Kamis, 22 Desember 2011

Diagnosis Osteoporosis dengan Bone Densitometer


BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
            Masalah usia lanjut dan osteoporosis semakin menjadi perhatian dunia, termasuk Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya usia harapan hidup. Keadaan ini menyebabkan peningkatan penyakit menua yang menyertainya, antara lain osteoporosis (keropos tulang). Masalah osteoporosis di Indonesia dihubungkan dengan masalah hormonal pada menopause. Menopause lebih cepat dicapai wanita Indonesia pada usia 48 tahun dibandingkan wanita barat yaitu usia 60 tahun. Mulai berkurangnya paparan terhadap sinar matahari. Kurangnya asupan kalsium. Perubahan gaya hidup seperti merokok, alkohol dan berkurangnya latihan fisik. Penggunaan obat-obatan steroid jangka panjang. Serta risiko osteoporosis tanpa gejala klinis yang menyertainya.
            Sejak penurunan massa tulang dihubungkan dengan terjadinya fraktur yang akan datang, maka pemeriksaan massa tulang merupakan indikator untuk memperkirakan risiko terjadinya fraktur. Pada dekade terakhir, fakta ini menyebabkan kepedulian terhadap penggunaan alat diagnostik non invasif  (bone densitometry) untuk mengidentifikasi subyek dengan penurunan massa tulang, sehingga dapat mencegah terjadinya fraktur yang akan datang, bahkan dapat memonitoring terapi farmakologikal untuk menjaga massa tulang.

2.   Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kekeroposan tulang (osteoporosis)?
2. Apa pengertian bone densitometer?
3. Apa saja jenis-jenis densitometer?
4. Bagaimana cara kerja dari Bone densitometer?
5. Apa indikasi penggunaan Bone densitometer?

3.   Tujuan
1. Mengetahui pengertian osteoporosis
2. Mengetahui pengertian bone densitometer
3. Mengetahui jenis-jenis bone densitometer
4. Mengetahui cara kerja bone densitometer
5. Mengetahui indikasi penggunaan bone densitometer
BAB II
PEMBAHASAN
Penggunaan zat-zat radioaktif merupakan bagian dari teknologi nuklir yang relatif cepat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Hal ini disebabkan zat-zat radioaktif mempunyai sifat-sifat yang spesifik, yang tidak dimiliki oleh unusr-unsur lain. Dengan memanfaatkan sifat-sifat radioaktif tersebut, maka banyak persoalan yang rumit yang dapat disederhanakan sehingga penyelesaiannya menjadi lebih mudah. Radioaktif merupakan kumpulan beberapa tipe partikel subatom, biasanya disebut sinar gamma, neutron, elektron, dan partikel alpha. radioaktif itu bersifat melaju melalui celah/rongga ruang dengan kecepatan tinggi, yaitu sekitar 100,000 mili persekon.  Salah satu manfaat radiokimia dalam bidang kedokteran yaitu diagnosis kekeroposan tulang (osteoporosis) dengan bone densitometer.
1.         Definisi osteoporosis
Osteoporosis yaitu penyakit yang ditandai dengan rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Fraktur osteoporosis dapat terjadi pada tiap tempat. Meskipun fraktur yang berhubungan dengan kelainan ini meliputi thorak dan tulang belakang (lumbal), radius distal dan femur proksimal. Osteoporosis adalah pengurangan umum progresif dari kepadatan tulang  Bone Mineral Density (BMD) yang sering menyebabkan kerapuhan tulang. Ini adalah penyakit yang melemahkan di mana tulang menjadi rapuh dan lebih mungkin untuk istirahat. Pada kenyataannya, Osteoporosis adalah penyebab utama patah tulang pada pria dan wanita di atas usia 65.

2.   Kegunaan Bone Densitometer
Alat Bone Densitometri digunakan untuk mengukur massa tulang terutama bagi mereka yang rentan terhadap fraktur (patah). Pemeriksaan ini bermanfaat dalam mengindentifikasi penurunan masa tulang seseorang sehingga meminimalkan resiko fraktur, mencegah terjadinya fraktur di masa yang akan datang dan dapat memonitor terapi untuk menjaga massa tulang.
Densitometer umumnya digunakan untuk mendiagnosis kepadatan tulang yang rawan keropos (osteoporosis) dengan mengukur kepadatan mineral tulang. Sistem kerja alat ini ada yang dapat mengukur lumbal, pangkal paha, lengan bawah ataupun tulang tumit saja. Densitometer dapat digunakan sebagai deteksi dini adanya patah tulang.

Bone Densitometry

http://www.rsi.co.id/images/stories/fasilitas/bone.jpg
Bonedensitometer atau juga disebut Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA). Mesin ini memungkinkan pengukuran kepadatan tulang belakang, tulang paha dan pergelangan tangan, serta komposisi tubuh total (lemak). Pandangan lateral tulang belakang juga dapat diperoleh untuk deteksi fraktur. Bonedensitometer secara ilmiah terbukti sebagai metode terbaik untuk pengukuran kepadatan tulang.
Pemeriksaan energi ganda X-Ray Absorpitometry (DEXA)  memperkirakan jumlah konten mineral tulang di daerah tertentu dari tubuh. Pemeriksaan DEXA mengukur jumlah x-sinar yang diserap oleh tulang dalam tubuh Anda. Pemeriksaan memungkinkan ahli radiologi untuk membedakan antara tulang dan jaringan lunak, memberikan estimasi yang sangat akurat dari kepadatan tulang. Scan kepadatan tulang lebih cepat dan tidak memerlukan suntikan radionuklida serta bebas rasa sakit. Tes kepadatan tulang (DEXA) juga dapat digunakan untuk menentukan apakah obat tertentu yang meningkatkan kekuatan kepadatan tulang dari waktu ke waktu.
Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya penyebab osteoporosis yang bisa diatasi.
3.   Macam-macam Densitometer
1. SPA (Single Photon Absorptiometry) untuk mengukur pergelangan tangan.
2.SXA (Singel Energy x-ray absorptiometry) untuk mengukur pergelangan tangan atau tumit.
3. Ultrasound untuk mengukur densitas tulang tumit, digunakan untuk skrining
4.QCT (Quantitative Computed Tomography) untuk mengukur belakang dan pinggang.
5. DEXA untuk mengukur tulang belakang, pinggul, atau seluruh tubuh.
6.PDXA (Peripheral Dual Energy x-ray Absorptiometry) untuk mengukur pergelangan tangan, tumit atau jari.
7. RA (Radiographic Absorptiometry) menggunakan sinar x pada tangan atau
sepotong metal kecil untuk menghitung kepadatan tulang.
8. DPA (Dual Photo Absorptiometry) untuk mengukur tulang belakang,
pinggang atau seluruh tubuh.

4.   Cara Kerja Bone Densitometer
Untuk mendiagnosa osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Di Indonesia dikenal 3 cara penegakan diagnosa penyakit osteoporosis, yaitu:
A.    Densitometer (Lunar) menggunakan teknologi DXA (dual-energy x-ray absorptiometry). Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosa osteoporosis. Pemeriksaan kepadatan tulang ini aman dan tidak menimbulkan nyeri serta bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit.
    DXA sangat berguna untuk:
o    wanita yang memiliki risiko tinggi menderita osteoporosis
o    penderita yang diagnosisnya belum pasti
o    penderita yang hasil pengobatan osteoporosisnya harus dinilai secara akurat
B.     Densitometer-USG. Pemeriksaan ini lebih tepat disebut sebagai screening awal penyakit osteoporosis. Hasilnya pun hanya ditandai dengan nilai T dimana nilai lebih -1 berarti kepadatan tulang masih baik, nilai antara -1 dan -2,5 berarti osteopenia (penipisan tulang), nilai kurang dari -2,5 berarti osteoporosis (keropos tulang). Keuntungannya adalah kepraktisan dan harga pemeriksaannya yang lebih murah.
C.     Pemeriksaan laboratorium untuk osteocalcin dan dioksipiridinolin, CTx. Proses pengeroposan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda biokimia CTx (C-Telopeptide). CTx merupakan hasil penguraian kolagen tulang yang dilepaskan ke dalam sirkulasi darahsehingga spesifik dalam menilai kecepatan proses pengeroposan tulang. Pemeriksaan CTx juga sangat berguna dalam memantau pengobatan menggunakan antiresorpsi oral. 
Proses pembentukan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda bioklimia N-MID-Osteocalcin. Osteocalcin merupakan protein spesifik tulang sehingga pemeriksan ini dapat digunakan saebagai penanda biokimia pembentukan tualng dan juga untuk menentukan kecepatan turnover tulang pada beberapa penyakit tulang lainnya. Pemeriksaan osteocalcin juga dapat digunakan untuk memantau pengobatan osteoporosis.
Di luar negeri, dokter dapat pula menggunakan metode lain untuk mendiagnosa penyakit osteoporosis, antara lain:
  1. Sinar x untuk menunjukkan degenerasi tipikal dalam tulang punggung bagian bawah.
  2. Pengukuran massa tulang dengan memeriksa lengan, paha dan tulang belakang.
  3. Tes darah yang dapat memperlihatkan naiknya kadar hormon paratiroid.
  4. Biopsi tulang untuk melihat tulang mengecil, keropos tetapi tampak normal
Tabel 1.  Karakteristik teknik pengukuran densitas tulang
Teknik
Jenis Radiasi
Status Perkembangan
Accuracy CV (%)
Precision CV (%)
Waktu Scan (menit)
Keterangan
Radiogrametry dan photodensitometry
Radiasi ionisasi x-ray
Mulai ditinggalkan




Single-energy photon absorptiometry (SPA)
Radiasi ionisasi single-energy gamma
Established. Saat ini mulai digantikan oleh teknik x-ray.
2-8
2-5
5-15
Sederhana, relatif tidak mahal, paparan radiasi rendah. Sumber yang rusak mempengaruhi tampilan
Dual-energy photon absorptiometry (DPA)
Radiasi ionisasi gamma, dengan 2 energi berbeda
Established. Saat ini mulai digantikan oleh teknik x-ray.
3-10
2-6
20-45
Biasanya digunakan untuk pengukuran di tulang belakang dan panggul. Sumber yang rusak mempengaruhi tampilan.
Single-energy x-ray absorptiometry (SXA)
Radiasi ionisasi single-energy x-ray
Established
5
1
10-20
X-ray equivalent of SPA
Dual-energy x-ray absorptiometry (DXA)
Radiasi ionisasi x-ray dengan 2 energi berbeda
Established (saat ini paling banyak digunakan)
3-6
1-3
3-10
Sumber Single X-ray dengan 2 energi. Flux photon lebih tinggi dibanding sumber radionuklida, meningkatkan konfigurasi detektor. 
Quantitative Computed Tomography (QCT)
Radiasi ionisasi x-ray
Established
-          Simple
-          Dual
5-15
2-5
10-15
Dapat menilai stuktur tulang. Memerlukan pengukuran standar kalibrasi simultan dengan pasien
Ultrasounds (QUS)
Non ionisasi
First stages of clinical introduction.*
20
2-4
5
Potensial untuk mengukur stuktur tulang
Magnetic resonance
Non ionisasi
Eksperimental**




Compton scattering
Radiasi ionisasi gamma
Eksperimental**




Neutron Activation analysis (NAA)
Radiasi ionisasi gamma
Eksperimental**




Dari berbagai metode pengukuran densitas tulang yang digunakan saat ini, metode yang berdasarkan x-ray (khususnya dual energy x-ray absorptiometry (DXA)) terbanyak digunakan.Teknik ini secara bertahap menggantikan teknik ionisasi lain yang menggunakan radiasi gamma.
Karekteristik terpenting yang menjadikan suatu alat ukur sebagai pilihan untuk menegakkan diagnosis adalah akurasi dari alat tersebut. Studi yang menggambarkan akurasi masing-masing alat pengukuran dapat dilihat pada Tabel. 1. DXA memiliki akurasi 3-6%, hal ini sedikit lebih tinggi pada akurasi dari QCT dan pQCT yaitu 8-15%.Selain itu presisi (pemeriksaan ulang) merupakan variabel penting untuk memonitor hasil terapi suatu penyakit. DXA memiliki presisi 1-3%. Peralatan untuk pemeriksaan klinis massa tulang atau risiko fraktur umumnya memiliki sensitifitas moderat sampai tinggi dan spesifisitas rendah.
Tabel 2. Teknik pengukuran densitas massa tulang
No.

Teknik Pengukuran
Tempat Pengukuran
1.
Dual-energy X-ray Absorptiometry (DEXA atau DEXA)
Tulang belakang Anteroposterior (AP) dab lateral, femur proximal, total body, lengan, tumit
2.
Quantitative Computed Tomography (QCT)
Tulang belakang
3.
Peripheral Dual-energy X-ray Absorptiometry (pDXA)
Lengan
4.
Perifpheral Quantitative Computed Tomography (pQCT)
Lengan
5.
Single Photon Absorptiometry (SPA)
Lengan
6.
Single-energy X-ray Absorptiometry (SEXA atau SXA)
Lengan
7.
Radiographic Absorptiometry (RA)
Phalanges

Hasil Pemeriksaan
Bone densitometri tulang mengukur padatnya tulang di daerah tubuh tertentu dan dapat mendeteksi osteoporosis sebelum terjadi patah tulang. Dengan kata lain, pemeriksaan ini membantu Anda memprediksi kemungkinan patah tulang pada masa depan dan menentukan tingkat BMD (Bone Mineral Density) saat Anda kehilangan tulang. Informasi ini dapat membantu dokter dalam mendiagnosis osteoporosis dan menyarankan Anda dalam pencegahan dan pengobatan yang sesuai untuk penyakit ini. Bonedensitometer menggunakan sejumlah kecil dari x-ray untuk menghasilkan gambar tulang belakang, pinggul, lengan, atau seluruh tubuh. X-ray adalah terdiri dari dua tingkat energi, yang diserap secara berbeda oleh tulang dalam tubuh. 
Hasil tes :
T skor - Angka ini menunjukkan jumlah tulang Anda dibandingkan dengan nilai orang dewasa muda lain dari gender yang sama dengan massa tulang puncak. Nilai T digunakan untuk memperkirakan risiko Anda mengembangkan fraktur.
·         Normal: T-score yang berada di atas-1 
·         Osteopenic: T-score adalah antara -1 dan -2,5 (kepadatan tulang yang rendah) 
·         Osteoporosis: T-skor di bawah -2,5
Z skor - Jumlah ini mencerminkan jumlah tulang Anda dibandingkan dengan orang lain dalam kelompok usia dan jenis kelamin yang sama. Jika skor ini luar biasa tinggi atau rendah, hal itu mungkin menunjukkan kebutuhan tes medis lebih lanjut.
5.      Keunggulan Bone Densitometer
Bone densitometri sendiri ditetapkan oleh WHO (World Helath Organization) sebagai Golden Standard dalam pemeriksaan massa tulang karena memiliki keunggulan antara lain:
Ø  akurasi dan presisi hasil yang lebih baik
Ø  resolusi hasil yang tinggi
Ø  waktu yang singkat
Ø  paparan radiasi yang rendah



6.      Kualifikasi dan tanggungjawab tenaga kesehatan
A.    Tenaga Dokter
  1. Pemeriksaan harus di bawah pengawasan dan interpretasi dari dokter yang bersertifikasi dengan kualifikasi:
a.       Pengetahuan dan pengertian tentang struktur tulang, metabolisme dan osteoporosis
b.      Sertifikat pelatihan dan mengerti tentang X-ray dan proteksi radiasi, meliputi bahaya paparan radiasi pada pasien dan operator serta monitoringnya.
c.       Mengetahui dan mengerti tentang proses data absorptiometry dan akuisisi pencitraan, meliputi posisi pasien dan penempatan regio dan artefak dan abnormalitas anatomi yang menyebabkan false meningkat atau menurunkan densitas mineral tulang.
d.      Mengetahui dan mengerti parameter laporan, terdiri atas tapi tidak dibatasi  pada pemeriksaan densitas tulang, rerata, T-skor, Z-skor, risiko fraktur dan sistim klasifikasi WHO.
e.       Mengeahui dan mengerti kriteria akurasi dan presisi dari pemeriksaan serial, meliputi batasan perbandingan pengukuran dari teknik dan divisi yang berbeda
f.       Mengetahui dan mengerti penggunaan spektrum teknik densitas tulang, seperti pDXA, DXA, SXA, QCT, radiographic absorptiometry (RA), dan quantitative ultrasound (QUS), untuk melengkapi aturan konsul, pemeriksaan serial atau prosedur diagnostik untuk konfirmasi kecurigaan abnormalitas yang tampak pada pencitraan.
  1. Pengawasan dokter, bertanggung jawab pada fasilitas absorptiometry dan quality control peralatan. Dokter bertanggung jawab pada kualitas pemeriksaan yang digunakan dalam pelaporan.
B.     Operator
1.      Bertanggung jawab pada keamanan dan kenyamanan pasien, menyiapkan posisi pasien dan menempatkan wilayah pengukuran bone densitometry, memonitor pasien selama pemeriksaan di bawah pengawasan dokter.
2.      Sertifikasi resmi dari penggunaan alat absorptiometry, meliputi semua alat—terutama mengenai prosedur quality assurance (QA).
3.      Dapat mengoperasikan secara manual.
4.      Lisensi atau sertifikasi dari American Registry of Radiologic Technologists (ARRT) atau Nuclear Medicine Technology Certification Board (NMTCB)

7.      Indikasi Bone densitometry

Densitas tulang saja tidak cukup untuk menjelaskan peningkatan insidens fraktur panggul yang muncul dengan semakin meningkatnya usia. Faktor lain, seperti elastisitas dan struktur tulang diperlukan dalam kombinasi dengan densitas tulang untuk identifikasi wanita yang berisiko tinggi untuk fraktur.
Guideline indikasi bone densitometry dalam penilaian risiko fraktur yang dikeluarkan oleh Catalan Agency for Health Technology Assessment, Barcelona, menyatakan bahwa bone densitometry diindikasikan pada pasien dengan:16
                                   
1 atau lebih high risk FR + 2 atau lebih moderate risk FR
 
4 atau lebih moderate risk FR
 
2 atau lebih high risk faktor risiko (FR)
 
atau                                         atau                                        
Faktor risiko memiliki hubungan dengan RR fraktur ≥ 2; Moderate risk: faktor risiko memiliki hubungan dengan RR fraktur antara 1 dan 2 kali lebih tinggi (1<RR<2); No risk: faktor risiko memiliki risk value mendekati 1 (null value 1), dan faktor risiko dengan efek protektif (RR<1);Tidak dapat diklasifikasikan: faktor risiko dimana hubungan dengan fraktur tidak dapat dijelaskan, baik karena kurangnya informasi atau pertentangan.
  • Bila tidak terdapat faktor risiko, atau faktor yang ada tidak terdapat dalam tabel berikut, atau bila pasien tidak akan mendapatkan pencegahan atau pengobatan untuk menghindarkan insiden fraktur, bone densitometry tidak dikerjakan.
  • Umumnya, interval minimum diantara pengukuran bone mass harus lebih dari 2 tahun. Interval ini dapat lebih pendek bila obat yang dapat meningkatkan massa tulang digunakan dan bila densitas tulang dinilai di lumbal.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Salah satu manfaat radiokimia dalam bidang kedokteran yaitu diagnosis kekeroposan tulang (osteoporosis) dengan bone densitometer. Osteoporosis yaitu penyakit yang ditandai dengan rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Umumnya pada Osteoporosis terjadi pengurangan umum progresif dari kepadatan tulang  Bone Mineral Density (BMD) sehingga menyebabkan terjadinya kerapuhan tulang.
Untuk mengukur massa tulang terutama bagi mereka yang rentan terhadap fraktur (patah) digunakan alat Bone Densitometri. Densitometer umumnya digunakan untuk mendiagnosis kepadatan tulang yang rawan keropos (osteoporosis) dengan mengukur kepadatan mineral tulang. Bonedensitometer menggunakan sejumlah kecil dari x-ray untuk menghasilkan gambar tulang belakang, pinggul, lengan, atau seluruh tubuh. X-ray adalah terdiri dari dua tingkat energi, yang diserap secara berbeda oleh tulang dalam tubuh. Dari berbagai metode pengukuran densitas tulang yang digunakan saat ini, metode yang berdasarkan x-ray (khususnya dual energy x-ray absorptiometry (DXA)) terbanyak digunakan.Teknik ini secara bertahap menggantikan teknik ionisasi lain yang menggunakan radiasi gamma.
Bone densitometri sendiri ditetapkan oleh WHO (World Helath Organization) sebagai Golden Standard dalam pemeriksaan massa tulang karena memiliki keunggulan antara lain akurasi dan presisi hasil yang lebih baik, resolusi hasil yang tinggi, waktu yang singkat, paparan radiasi yang rendah.

2 komentar:

  1. Apakah di INdonesia sudah biasadigunakan ? dimana sajakah yang sudah menggunakannya?

    BalasHapus
  2. Apakah di INdonesia sudah biasadigunakan ? dimana sajakah yang sudah menggunakannya?

    BalasHapus